INDONESIA menjadi salah satu negara dengan prevalensi merokok tertinggi di dunia. Mirisnya, kebiasaan merokok ini rupanya tak hanya terjadi pada orang dewasa, melainkan para pelajar.
DEPUTI Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Kesehatan dan Pembangunan Kependudukan Kemenko PMK, Agus Suprapto, menjelaskan bahwa Untuk pelajar saja ada 18,8 persen usia 13-15 tahun merokok. Sementara 57,8 persen usia 13-15 tahun terpapar asap rokok.
“Sebanyak 60,6 persen pelajar tidak dicegah ketika membeli rokok. Kalau di luar negeri rokok dibatasi pembeliannya, namun kalau di Indonesia tidak ada yang memperingatkan hal itu. Sebanyak 56 persen pelajar melihat orang membeli rokok dan merokok,” kata Agus, dalam acara Muhammadiyah Tobacco Control Network.
Selain itu, sebanyak 15,7 persen pelajar melihat iklan rokok elektrik di internet. Ini tantangan yang terbaru dan tampaknya cukup pesat pemakaian rokok elektrik. Sebesar 41,5 persen pelajar mengetahui rokok elektrik dari teman-temannya.
“Survei di Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJS UI) 2018 menunjukkan bahwa anak yang dibesarkan oleh orangtua yang merokok, memiliki kemungkinan 5,5 kali lebih besar untuk menjadi stunting (kekerdilan),” tambah Agus.
Sehingga kondisi ini perlu mendapat perhatian serius, agar orangtua tidak mencontohkan hal yang kurang baik dan tidak berguna seperti merokok di dalam rumah maupun di mana saja.
Selain itu Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebut bahwa selama masa pandemi Covid-19, merokok diasosiasikan dengan meningkatnya keparahan penyakit. Selain itu merokok juga menjadi penyebab kematian pada pasien Covid-19 yang dirawat di rumah sakit.
“Bagi yang terlanjur merokok diusahakan ikut program berhenti merokok dengan menghubungi call center pada bungkus rokok atau secara intensif melalui program terapi berhenti merokok yang ada di fasilitas kesehatan,” tuntasnya.
(mrt)